1. ASAL USUL.
Beliau adalah putra Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh. Nama aslinya
Raden Umar Said. Seperti ayahnya, dalam berdakwah beliau menggunakan
cara halus, ibarat mengambil ikan tidak sampai mengeruhkan airnya.
Itulah cara yang ditempuh untuk menyiarkan agama Islam di sekitar Gunung
Muria. Tempat tinggal beliau di gunung Muria yang salah satu puncaknya
bernama Colo. Letaknya di sebelah utara kota Kudus. Menurut Solichim
Salam, sasaran dakwah beliau adalah para pedagang, nelayan,
pelaut dan rakyat jelata. Beliaulah satu-satunya wali yang tetap
mempertahankan kesenian gamelan dan wayang sebagai alat dakwah untuk
menyampaikan Islam. Dan beliau pula yang menciptakan tembang Sinom dan
Kinanti.
2. SAKTI MANDRAGUNA.
Bahwa Sunan Muria itu adalah Wali yang sakti, kuatfisiknya dapat
dibuktikan dengan letak padepokannya yang terletak diatas gunung .
Menurut pengalaman penulis jarak antara kaki undag-undagan atau tangga
dari bawah bukit sampai kemakam Sunan Muria (tidak kurang dari750 M).
Bayangkanlah, jika Sunan Muria dan istrinya atau dengan muridnya
setiap hari harus naik-turun, turun-naik guna menyebarkan agama Islam
kepada penduduk setempat ,atau berdakwah kepada para nelayan dan pelaut
serta para pedagang. Hal itu tidak dapat dilakukannya tanpa adanya fisik
yang kuat. Soalnya menunggang kuda tidak mungkin dapat dilakukan untuk
mencapai tempat tinggal Sunan Muria.Harus jalan kaki. Itu berarti Sunan
Muria memiliki kesaktian tinggi, demikian pula murid-muridnya.
Bukti bahwa Sunan Muria adalah guru yang sakti mandraguna dapat
ditemukan dalam kisah Perkawinan Sunan Muria dengan Dewi Roroyono. Dewi
Roroyono adalah putri Sunan Ngerang, yaitu seorang ulama yang disegani
masyarakat karena ketinggian ilmunya, tempat tinggalnya di Juana.
Demikian saktinya Sunan Ngerang ini sehingga Sunan Muria dan Sunan Kudus
sampai-sampai berguru kepada beliau.
Pada suatu hari Sunan Ngerang mengadakan syukuran atas usia Dewi
Roroyono yang genap dua puluh tahun. Murid-murid diundang semua.Seperti :
Sunan Muria, Sunan Kudus ,Adipati Pathak Warak, Kapa dan adiknya
Gentiri .Tetangga dekat juga diundang, demikian pula sanak kadang yang
dari jauh.
Setelah tamu berkumpul DewiRoroyono dan adiknya yaitu Dewi Roro
Pujiwati keluar menghidangkan makanan dan minuman. Keduanya adalah
dara-dara yang cantik rupawan.
Terutama Dewi Roroyono yang berusia dua puluh tahun, bagaikan bunga yang sedang mekar mekarnya.
Bagi Sunan Kudus dan Sunan Muria yang sudah berbekal ilmu agama dapat
menahan pandangan matanya sehingga tidak terseret oleh godaan setan.
Tapi seorang murid Sunan Ngerang yang lain yaitu Adipati Pathak Warak
memandang Dewi Roroyono dengan mata tidak berkedip melihat kecantikan
gadis itu. Sewaktu menjadi cantrik atau murid Sunan Ngerang, yaitu
ketika Pathak Warak belum menjadi Adipati, Roroyono masih kecil, belum
nampak benar kecantikannya yang mempersona, sekarang, gadis itu
benar-benar membuat Adipati Pathak Warak tergila-gila. Sepasang matanya
hampir melotot memandangi gadis itu terus menerus.
Karena dibakar api asmara yang menggelora, Pathak Warak tidak tahan
lagi. Dia menggoda Roroyono dengan ucapan-ucapan yang tidak pantas.
Lebih-lebih setelah lelaki itu bertindak kurang ajar. Tentu saja
Roroyono merasa malu sekali, lebih-lebih ketika lelaki itu berlaku
kurang ajar dengan memegangi bagian-bagian tubuhnya yang tak pantas
disentuh. Si gadis naik pitam, nampan berisi minuman yang dibawanya
sengaja ditumpahkan ke pakaian sang Adipati.
Pathak Warak menyumpah-nyumpah, hatinya marah sekali diperlakukan
seperti itu. Apalagi dilihatnya para tamu menertawakan kekonyolannya
itu, diapun semakin malu.
Hampir saja Roroyono ditamparnya kalau tidak ingat bahwa gadis itu
adalah putri gurunya. Roroyono masuk ke dalam kamarnya, gadis itu
menangis sejadi-jadinya karena dipermalukan oleh Pathak Warak. Malam
hari tamu-tamu dari dekat sudah pulang ke tempatnya masingmasing.
Tamu dari jauh terpaksa menginap dirumah Sunan Ngerang, termasuk
Pathak Warak dan Sunan Muria. Namun hingga lewat tengah malam Pathak
Warak belum dapat memejamkan matanya. Pathak Warak kemudian bangkit dari
tidurnya mengendap-endap ke kamar Roroyono. Gadis itu disiramnya
sehingga tak sadarkan diri, kemudian melalui genteng Pathak Warak
melorot turun dan membawa lari gadis itu melalui jendela. Dewi Roroyono
dibawa lari ke Mandalika, wilayah Keling atau Kediri. Setelah Sunan
Ngerang mengetahui bahwa putrinya di culik oleh Pathak Warak, maka
beliau berikrar siapa saja yang berhasil membawa putrinya itu bila
perempuan akan dijadikan saudara Dewi Roroyono. Tak ada yang menyatakan
kesanggupannya. Karena semua orang telah maklum akan kehebatan dan
kekejaman Pathak Warak. Hanya Sunan Muria yang bersedia memenuhi harapan
Sunan Ngerang.
“Saya akan berusaha mengambil Diajeng Roroyono dari tangan Pathak Warak,” Kata Sunan Muria.
Tetapi, ditengah perjalanan Sunan Muria bertemu dengan Kapa dan
Gentiri, adik seperguruan yang lebih dahulu pulang sebelum acara
syukuran berakhir. Kedua orang itu merasa heran melihat Sunan Muria
berlari cepat menuju arah daerah Keling.
“Mengapa Kakang tampak tergesa-gesa ?” tanya Kapa. Sunan Muria lalu
menceritakan penculikan Dewi Roroyono yang dilakukan oleh Pathak Warak.
Kapa dan Gentiri sangat menghormati Sunan Muria sebagai saudara
seperguruan yang lebih tua.
Keduanya lantas menyatakan diri untuk membantu Sunan Muria merebut kembali Dewi Roroyono.
“Kakang sebaiknya pulang ke Padepokan Gunung Muria. Murid-murid
Kakang sangat membutuhkan bimbingan. Biarlah kami yang berusaha merebut
di Ajeng Roroyono kembali. Kalau berhasil Kakang tetap berhak
mengawininya, kami hanya sekedar membantu.” Demikian kata Kapa.
“Aku masih sanggup merebutnya sendiri,” Ujar Sunan Muria.
“Itu benar, tapi membimbing orang memperdalam agama Islam juga lebih
penting, percayalah pada kami. Kami pasti sanggup merebutnya kembali.”
kata Kapa ngotot.
Sunan Muria akhirnya meluluskan permintaan adik seperguruannya itu.
Rasanya tidak enak menolak seseorang yang hendak berbuat baik. Lagi pula
ia harus menengok para santrinya di Padepokan Gunung Muria. Untuk
merebut Dewi Roroyono dari tangan Pathak Warak, Kapa dan Gentiri
ternyata meminta bantuan seorang Wiku Lodhang di pulau Sprapat yang
dikenal sebagai tokoh sakti yang jarang tandingannya. Usaha mereka
berhasil. Dewi Roroyono dikembalikan ke Ngerang. Hari berikutnya Sunan
Muria hendak ke Ngerang.
Ingin mengetahui perkembangan usaha Kapa dan Gentiri. Ditengah jalan beliau bertemu dengan Adipati Pathak Warak.
“Hai Pathak Warak berhenti kau !”Bentak Sunan Muria.
Pathak Warak yang sedang naik kuda terpaksa berhenti karena Sunan Muria menghadang di depannya.
“Minggir ! Jangan menghalangi jalanku !” Hardik Pathak Warak.
“Boleh, asal kau kembalikan Dewi Roroyono !”
“Goblok! Roroyono sudah dibawa Kapa dan Gentiri !Kini aku hendak mengejar mereka!” Umpat Pathak Warak.
“Untuk apa kau mengejar mereka?”
“Merebutnya kembali!” jawab Pathak Warak dengan sengit .
“Kalau begitu langkahi dulu mayatku, Roroyono telah dijodohkan denganku !”Ujar Sunan Muria sambil pasang kuda -kuda.
Tampabasa-basi Pathak Warak melompat dari punggung kuda .Dia
merangsak ke Arah Sunan Muria dengan jurus –jurus cakar harimau. Tapi
dia bukan tandingan putra Sunan Kalijaga yang memiliki segudang
kesaktian. Hanya dalam beberapa kali gebrakan ,Pathak Warak telah jatuh
atau roboh ditanah dalam keadaan fatal. Seluruh kesaktiannya lenyap dan
ia menjadi lumpuh tak mampu untuk bangkit berdiri apalagi berjalan.
Sunan Muria kemudian meneruskan perjalanan ke Juana, kedatangannya
disambut gembira oleh Sunan Ngerang. Karena Kapa dan Gentiri telah
bercerita secara jujur bahwa mereka sendirilah yang memaksa mengambil
alih tugas Sunan Muria mencari Roroyono, maka Sunan Ngerang pada
akhirnya menjodohkan Dewi Roroyono dengan Sunan Muria.
Upacara pernikahanpun segera dilaksanakan. Kapa dan Gentiri yang
berjasa besar itu diberi hadiah Tanah di desa Buntar. Dengan hadiah itu
keduanya sudah menjadi orang kaya yang kehidupannya serba berkecukupan.
Sedang Sunan Muria segera memboyong istrinya ke Pedepokan Gunung
Muria. Mereka hidup bahagia, karena merupakan pasangan yang ideal.
Tidak demikian halnya dengan Kapa dan Gentiri. Sewaktu membawa Dewi
Roroyono dari Keling ke Ngerang agaknya mereka terlanjur terpesona oleh
kecantikan wanita jelita itu.
Siang malam mereka tak dapat tidur.Wajah wanita itu senantiasa
terbayang.Namun karena wanita itu sudah diperistri kakak seperguruannya
mereka tak dapat berbuat apa-apalagi.
Hanya penyesalan yang menghujam didada. Mengapa dulu mereka buru
–buru menawarkan jasa baiknya. Betapa enaknya Sunan Muria, tanpa
bersusah payah sekarang nenikmati kebahagiaan bersama gadis yang mereka
dambakan. Inilah hikmah ajaran agama agar lelaki diharuskan menahan
pandangan matanya dan menjaga kehormatan mereka. (kemaluan).
Andaikata Kapa dan Gentiri tidak menatap terus kearah wajah dan tubuh
Dewi Roroyono yang indah itu pasti mereka tidak akan terpesona, dan
tidak terjerat oleh Iblis yang memasang perangkap pada pandangan mata.
Kini Kapa dan Gentiiri benar-benar telah dirasuki Iblis. Mereka
bertekad hendak merebut Dewi Roroyono dari tangan Sunan Muria. Mereka
telah sepakat untuk menjadikan wanita itu sebagai istri bersama secara
bergiliran. Sungguh keji rencana mereka. Gentiri berangkat lebih dulu ke
Gunung Muria. Namun ketika ia hendak melaksanakan niatnya dipergoki
oleh murid-murid Sunan Muria, terjadilah pertempuran dasyart .Apalagi
ketika Sunan Muria keluar menghadapi Gentiri, suasana menjadi semakin
panas, akhirnya Gentiri tewas menemui ajalnya dipuncak Gunung Muria.
Kematian Gentiri cepat tersebar ke berbagai daerah. Tapi tidak
membuat surut niat Kapa. Kapa cukup cerdik. Dia datang ke Gunung Muria
secara diam-diam di malam hari.
Tak seorangpun yang mengetahuinya. Kebetulan pada saat itu Sunan
Muria dan beberapa murid pilihannya sedang bepergian ke Demak Bintoro.
Kapa menyirap murid-murid Sunan Muria yang berilmu rendah ………. yang
ditugaskan menjaga Dewi Roroyono. Kemudian dengan mudahnya Kapa menculik
dan membawa wanita impiannya itu ke Pulau Seprapat.
Pada saat yang sama, sepulangnya dari Demak Bintoro, Sunan Muria
bermaksud mengadakan kunjungan kepada Wiku Lodhang. Datuk diPulau
Seprapat .Ini biasa dilakukannya bersahabat dengan pemeluk agama lain
bukanlah suatu dosa. Terlebih sang Wiku itu pernah menolongnya merebut
Dewi Roroyono dari Pathak Warak.
Seperti ajaran Sunan Kalijaga yang mampu hidup berdampingan dengan
pemeluk agama lain dalam suatu negeri. Lalu ditunjukkan akhlak Islam
yang mulia dan agung.
Bukannya berdebat tentang perbedaan agama itu sendiri. Dengan
menerapkan ajaran-ajaran akhlak yang mulia itu nyatanya banyak pemeluk
agama lain yang pada akirnya tertarik dan masuk Islam secara suka rela.
Ternyata, kedatangan Kapa ke pulau Seprapat itu tidak di sambut baik oleh Wiku Lodhang Datuk.
“Memalukan ! benar-benar nista perbuatanmu itu ! Cepat kembalikan
istri kakanda seperguruanmu sendiri itu !” hardik Wiku Lodhang Datuk
dengan marah.
“Bapa guru ini bagaimana, bukankah aku ini muridmu ? Mengapa tidak kau bela ?” protes Kapa.
“Apa ? Membela perbuatan durjana ?” Bentak Wiku Lodhang Datuk.
“Sampai matipun aku takkan sudi membela kebejatan budi perkerti walau pelakunya Itu murid kusendiri!”
Perdebatan antara guru dan murid itu berlangsung lama.Tanpa mereka
sadari Sunan Muria sudah sampai ditempat itu. Betapa terkejutnya Sunan
Muria melihat istrinya sedang tergolek ditanah dalam keadaan terikat
kaki dan tangannya. Sementara Kapa dilihatnya sedang adu mulut dengan
gurunya yaitu Wiku Lodhang Datuk menjauh, melangkah menuju Dewi Roroyono
untuk membebaskan dari belenggu yang dilakukan Kapa. Bersamaan dengan
selesainya sang Wiku membuka tali yang mengikat tubuh Dewi Roroyono.
Tiba-tiba terdengar jeritan keras dari mulut Kapa.
Ternyata, serangan dengan mengerahkan aji kesaktian yang dilakukan
Kapa berbalik menghantam dirinya sendiri. Itulah ilmu yang dimiliki
Sunan Muria. Mampu membalikkan serangan lawan. Karena Kapa mempergunakan
aji pemungkas yaitu puncak kesaktian yang dimilikinya maka ilmu
akhirnya merengut nyawa nya sendiri.
“Maafkan saya Tuan Wiku ….. “ ujar Sunan Muria agak menyesal.
“Tidak mengapa, sudah sepantasnya dia menerima hukuman ini. Menyesal
aku telah memberikan ilmu kepadanya. Ternyata ilmu itu digunakan untuk
jalan kejahatan,” Guman sang Wiku.
Dengan langkah gontai sang Wiku mengangkat jenazah muridnya.
Bagaimanapun Kapa adalah muridnya, pantaslah kalau dia menguburkannya
secara layak. Pada akhirnya Dewi Roroyono dan Sunan Muria kembali ke
padepokan dan hidup berbahagia.
(dongengkakrico.com)
0 komentar:
Posting Komentar