Selasa, 14 Agustus 2012

Iri Dan Dengki

Banyak orang tak bisa mengelakkan dirinya dari sifat iri dan dengki. Dengki kepada kawan yang baru
naik jabatan, dengki kepada tetangga yang punya mobil mewah, dengki kepada saudara yang
anaknya sarjana dan berpenghasilan tinggi dan lain sebagainya. Kedepan, abad globalisasi dan
keterbukaan semakin pula membuka 'kran hati' untuk saling mendengki. Karena ukuran globalisasi
identik dengan materi. Orang pun semakin tak bisa mengendalikan hati. Lebih lanjut kita uraikan
berikut ini.
Hakekat Dengki
Rasa dengki dan iri baru tumbuh manakala orang lain menerima nikmat. Biasanya jika seseorang
mendapatkan nikmat, maka akan ada dua sikap pada manusia. Pertama, ia benci terhadap nikmat
yang diterima kawannya dan senang bila nikmat itu hilang daripadanya. Sikap inilah yang disebut
hasud, dengki dan iri hati. Kedua, ia tidak menginginkan nikmat itu hilang dari kawannya, tapi ia
berusaha keras bagaimana mendapatkan nikmat semacam itu. Sikap kedua ini dinamakan ghibthah
(keinginan). Yang pertama itulah yang dilarang sedang yang kedua diperbolehkan.
Sebagian Kisah Al Qur'an tentang Orang-orang yang Dengki
Dalam bahasa sarkasme, orang pendengki adalah orang yang senang melihat orang lain dilanda
bencana, dan itu disebut syamatah. Syamatah dengan hasad selalu berkait dan berkelindan. Dari
sini kita tahu, betapa jahat seorang pendengki, ia tidak rela melihat orang lain bahagia, sebaliknya ia
bersuka cita melihat orang lain bergelimang lara. Allah menggambarkan sikap dengki ini dalam
firmanNya: "Bila kamu memperoleh kebaikan, maka hal itu menyedihkan mereka, dan kalau kamu
ditimpa kesusahan maka mereka girang karenanya." (Ali Imran : 120)
Dengki juga merupakan sikap orang-orang ahli Kitab. Allah berfirman: "Kebanyakan orang-orang ahli
Kitab menginginkan supaya mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu
beriman, disebabkan karena kedengkian (hasad) yang ada dalam jiwa mereka." (Al Baqarah : 109)
Kedengkian saudara-saudara Yusuf kepada dirinya mengakibatkan sebagian dari mereka ingin
menghabisi nyawa saudaranya sendiri, Yusuf 'Alaihis Salam. Allah mengisahkan dalam firmanNya:
"(Yaitu) ketika mereka berkata: Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih
dicintai ayah kita daripada kita sendiri, padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat).
Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata. Bunuhlah Yusuf atau buanglah ia ke
suatu daerah (yang tak dikenal) supaya perhatian ayahmu tertumpah kepadamu saja dan sesudah
itu hendaklah kamu menjadi orang-orang yang baik." (Yusuf:8 - 9)
Terhadap orang-orang pendengki tersebut Allah dengan keras mencela: "Apakah mereka dengki
kepada manusia lantaran karunia yang Allah berikan kepadanya?" (An Nisaa' : 54)
http://www.kajianislam.net 2011/8/14 4:29:53 / Page 1
Sebab-sebab Dengki
Rasa dengki pada dasarnya tidak timbul kecuali karena kecintaan kepada dunia. Dan dengki
biasanya banyak terjadi di antara orang-orang terdekat; antar keluarga, antarteman sejawat, antar
tetangga dan orang-orang yang berdekatan lainnya. Sebab rasa dengki itu timbul karena saling
berebut pada satu tujuan. Dan itu tak akan terjadi pada orang-orang yang saling berjauhan, karena
pada keduanya tidak ada ikatan sama sekali.
Adapun orang yang mencintai akhirat, yang mencintai untuk mengetahui Allah, malaikat-malaikat,
nabi-nabi dan kerajaanNya di langit maupun di bumi maka mereka tidak akan dengki kepada orang
yang mengetahui hal yang sama. Bahkan sebaliknya, mereka malah mencintai bahkan bergembira
terhadap orang-orang yang mengetahuiNya. Karena maksud mereka adalah mengetahui Allah dan
mendapatkan kedudukan yang tinggi di sisiNya. Dan karena itu, tidak ada kedengkian di antara
mereka.
Kecintaan kepada dunia yang mengakibatkan dengki antar sesama disebabkan oleh banyak hal. Di
antaranya:
Sebab pertama adalah karena permusuhan. Ini adalah penyebab kedengkian yang paling parah. Ia
tidak suka orang lain menerima nikmat, karena dia adalah musuhnya. Diusahakanlah agar jangan
ada kebajikan pada orang tersebut. Bila musuhnya itu mendapat nikmat, hatinya menjadi sakit
karena bertentangan dengan tujuannya. Permusuhan itu tidak saja terjadi antara orang yang sama
kedudukannya, tetapi juga bisa terjadi antara atasan dan bawahannya. Sehingga sang bawahan
misalnya, selalu berusaha menggoyang kekuasaan atasannya.
Sebab kedua adalah ta'azzuz (merasa paling mulia). Ia keberatan bila ada orang lain melebihi
dirinya. Ia takut apabila koleganya mendapatkan kekuasaan, pengetahuan atau harta yang bisa
mengungguli dirinya.
Sebab ketiga, takabbur atau sombong. Ia memandang remeh orang lain dan karena itu ia ingin agar
dipatuhi dan diikuti perintahnya. Ia takut apabila orang lain memperoleh nikmat, berbalik dan tidak
mau tunduk kepadanya. Termasuk dalam sebab ini adalah kedengkian orang-orang kafir Quraisy
kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang seorang anak yatim tapi kemudian
dipilih Allah untuk menerima wahyuNya. Kedengkian mereka itu dilukiskan Allah dalam firmanNya:
"Dan mereka berkata: Mengapa Al Qur'an ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu
dua negeri (Makkah dan Thaif) ini?" (Az Zukhruf : 31) Maksudnya, orang-orang kafir Quraisy itu tidak
keberatan mengikuti Muhammad, andai saja beliau itu keturunan orang besar, tidak dari anak yatim
atau orang biasa.
Sebab keempat, merasa ta'ajub dan heran terhadap kehebatan dirinya. Hal ini sebagaimana yang
biasa terjadi pada umat-umat terdahulu saat menerima dakwah dari rasul Allah. Mereka heran
manusia yang sama dengan dirinya, bahkan yang lebih rendah kedudukan sosialnya, lalu
menyandang pangkat kerasulan, karena itu mereka mendengki-nya dan berusaha menghilangkan
pangkat kenabian tersebut sehingga mereka berkata: "Adakah Allah mengutus manusia sebagai
rasul?" (Al-Mu'minun : 34). Allah menjawab keheranan mereka dengan firmanNya: "Dan apakah
kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepada kamu peringatan dari Tuhanmu dengan
perantaraan seorang laki-laki dari golonganmu agar dia memberi peringatan kepadamu ?" (Al A'raaf :
63)
http://www.kajianislam.net 2011/8/14 4:29:53 / Page 2
Sebab kelima, takut mendapat saingan. Bila seseorang menginginkan atau mencintai sesuatu maka
ia khawatir kalau mendapat saingan dari orang lain, sehingga tidak terkabullah apa yang ia inginkan.
Karena itu setiap kelebihan yang ada pada orang lain selalu ia tutup-tutupi. Bila tidak, dan
persaingan terjadi secara sportif, ia takut kalau dirinya tersaingi dan kalah. Dalam hal ini bisa kita
misalkan dengan apa yang terjadi antardua wanita yang memperebutkan seorang calon suami, atau
sebaliknya. Atau sesama murid di hadapan gurunya, seorang alim dengan alim lainnya untuk
mendapatkan pengikut yang lebih banyak dari lainnya, dan sebagainya.
Sebab keenam, ambisi memimpin (hubbur riyasah). Hubbur riyasah dengan hubbul jah (senang
pangkat/kedudukan) adalah saling berkaitan. Ia tidak menoleh kepada kelemahan dirinya,
seakan-akan dirinya tak ada tolok bandingnya. Jika ada orang di pojok dunia ingin menandingi-nya,
tentu itu menyakitkan hatinya, ia akan mendengkinya dan menginginkan lebih baik orang itu mati
saja, atau paling tidak hilang pengaruhnya.
Sebab ketujuh, kikir dalam hal kebaikan terhadap sesama hamba Allah. Ia gembira jika
disampaikan khabar pada-nya bahwa si fulan tidak berhasil dalam usahanya. Sebaliknya ia merasa
sedih jika diberitakan, si fulan berhasil mencapai kesuksesan yang dicarinya. Orang sema-cam ini
senang bila orang lain terbelakang dari dirinya, seakan-akan orang lain itu mengambil dari milik dan
simpanannya. Ia ingin meskipun nikmat itu tidak jatuh padanya, agar ia tidak jatuh pada orang lain.
Ia tidak saja kikir dengan hartanya sendiri, tetapi kikir dengan harta orang lain. Ia tidak rela Allah
memberi nikmat kepada orang lain. Dan inilah sebab kedengkian yang banyak terjadi.
Terapi Mengobati Dengki
Hasad atau dengki adalah penyakit hati yang paling berbahaya. Dan hati tidak bisa diobati kecuali
dengan ilmu dan amal. Ilmu tentang dengki yaitu hendaknya kita ketahui bahwa hasad itu sangat
membaha-yakan kita, baik dalam hal agama maupun dunia. Dan bahwa kedengkian itu setitikpun
tidak membahayakan orang yang didengki, baik dalam hal agama atau dunia, bahkan ia malah
memetik manfaat darinya. Dan nikmat itu tidak akan hilang dari orang yang kita dengki hanya karena
kedengkian kita. Bahkan seandainya ada orang yang tidak beriman kepada hari Kebangkitan, tentu
lebih baik baginya meninggalkan sifat dengki daripada harus menanggung sakit hati yang
berkepan-jangan dengan tiada manfaat sama sekali, apatah lagi jika kemudian siksa akhirat yang
sangat pedih menanti?
Bahkan kemenangan itu ada pada orang yang didengki, baik untuk agama maupun dunia. Dalam hal
agama, orang itu teraniaya oleh Anda, apalagi jika kedengkian itu tercermin dalam kata-kata,
umpatan, penyebaran rahasia, kejelekan dan lain sebagainya. Dan balasan itu akan dijumpai di
akhirat. Adapun kemenang-annya di dunia adalah musuhmu bergembira karena kesedihan dan
kedengkianmu itu.
Adapun amal yang bermanfaat yaitu hendaknya kita melakukan apa yang merupakan lawan dari
kedengkian. Misalnya, jika dalam jiwa kita ada iri hati kepada seseorang, hendaknya kita berusaha
untuk memuji perbuatan baiknya, jika jiwa ingin sombong, hendaknya kita melawannya dengan
rendah hati, jika dalam hati kita terbetik keinginan menahan nikmat pada orang lain maka hendaknya
kita berdo'a agar nikmat itu ditambahkan. Dan hendaknya kita teladani perilaku orang-orang salaf
yang bila mendengar ada orang iri padanya, maka mereka segera memberi hadiah kepada orang
tersebut. Dan sebagai penutup tulisan ini, ada baiknya kita renungkan kata-kata Ibnu Sirin: "Saya
tidak pernah mendengki kepada seorangpun dalam urusan dunia, sebab jika dia penduduk Surga,
maka bagaimana aku menghasudnya dalam urusan dunia sedangkan dia berjalan menuju Surga.
http://www.kajianislam.net 2011/8/14 4:29:53 / Page 3
Dan jika dia penduduk Neraka, bagaimana aku menghasud dalam urusan dunianya sementara dia
sedang berjalan menuju ke Neraka." [alsofwah]
Categories:

0 komentar:

Posting Komentar