Apa sih maunya? (c)sheknows.com
elhaniev-cyberultimate.blogspot.com - Untuk mengerti pikiran seorang pria, kita perlu tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam otak mereka. Tak hanya itu, kita juga harus mengakui bahwa hormon testosteron ternyata turut mempengaruhi perilaku mereka. Berikut ini kami bagikan 10 rahasia tentang apa yang ada dalam otak para makhluk berkumis ini.
1. Lebih emosional
Yang benar saja, masak pria lebih emosional daripada wanita? Yup, meskipun kaum kitalah yang biasanya dianggap lebih emosional, namun penelitian menunjukkan bahwa bayi laki-laki ternyata jauh lebih emosional dan ekspresif ketimbang bayi perempuan. Pria dewasa juga memiliki reaksi emosional yang kuat, namun hal ini baru nyata saat mereka sedang lengah terhadap apa yang mereka rasakan dan tak menjaga reaksi mereka, demikian ungkap sebuah studi yang dipublikasikan Scandinavian Journal of Psychology (2008).
2. Mudah merasa kesepian
"Kesepian memang bisa menyerang siapa saja, namun pria usia lanjut merupakan sasaran paling empuk," ujar Dr. Louann Brizendine, penulis THE MALE BRAIN. Ketika tua, pria biasanya tidak tetap bergaul sebanyak kaum wanita, sehingga mudah bagi mereka untuk merasa sendirian. Menikah dan hidup bersama istri bisa membantu, sebab hubungan stabil cenderung membuat pria lebih sehat, panjang umur, dan jarang stres.
3. Fokus pada solusi
Wanita jauh lebih berempati ketimbang pria? Hmm, tampaknya Dr. Brizendine tak sepenuhnya setuju dengan ide tersebut. Pasalnya, sistem empati dalam otak pria tidak memberi respon yang sama seperti halnya wanita. Para pria cenderung lebih senang dan fokus untuk menyelesaikan masalah daripada menunjukkan solidaritas perasaan.
4. Spontan terhadap wanita
Selain sering dikaitkan dengan sikap agresif dan suka berkelahi, testosteron juga mempengaruhi libido kaum berkumis ini. Pranjal Mehta selaku psikolog sosial di Columbia University (New York) beserta timnya menemukan bahwa hormon ini membuat pria spontan mengerling saat melihat wanita cantik, namun cepat pula lupa ketika mereka tak lagi melihat wanita tersebut.
5. Defensif
Dr. Brizendine mengatakan, bagian otak 'defensif' pria lebih besar daripada wanita. Oleh sebab itu, mereka akan mati-matian melakukan pembelaan ketika sesuatu mengancam kehidupan, hubungan, maupun teritori mereka.
6. Siapa bosnya?
"Hirarki yang kabur bisa membuat pria gelisah," ujar Dr. Brizendine. Namun tatanan kepemimpinan yang jelas seperti yang ada dalam militer atau perkantoran misalnya, bisa mengurangi level testosteron, dan demikian juga dengan sifat agresif mereka. Pria perlu tahu jelas 'posisinya'.
7. Beda muda, beda pula saat tua
"Ketika masih muda, pria biasanya suka bersaing demi mendapatkan status atau pasangan, namun ketika beranjak dewasa, mereka biasanya mampu bekerjasama satu sama lain," ujar Mehta. Perubahan ini tampaknya dipengaruhi lagi-lagi oleh kadar testosteron. Semakin tinggi level hormon tersebut, semakin tinggi pula keinginan seorang pria untuk bersaing, demikian pula sebaliknya. Hal ini berdasarkan sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Hormones and Behavior (2009).
8. Insting ayah
Otak pria memasuki masa terbaiknya (dalam hal kerja sama) dalam hitungan bulan menjelang kelahiran anaknya. Bayangan anak membuat ia bersiap diri menjadi seorang ayah, dan hal ini turut mempengaruhi hormon dalam tubuhnya, membuat prolaktin meningkat, dan testosteron turun. Demikian ungkap sebuah studi yang dirilis oleh Evolution and Human Behavior (2009).
9. Naluri bermain
Dan, setelah punya anak, seorang ayah juga memiliki naluri bermain yang berbeda dengan sang ibu. Permainan mereka biasanya lebih spontan, kasar, dan suka menggoda. Positifnya, hal ini membuat anak lebih siap untuk menghadapi kerasnya hidup. Studi lain mengungkapkan bahwa ayah yang aktif cenderung memiliki kadar testosteron lebih rendah. That's good!
10. Ingin menikah juga
Ketidak-setiaan merupakan salah satu sifat pria sebelum ia mencapai usia 30, ungkap sebuah studi yang dipublikasikan oleh Proceedings of the Royal Society (2007). Setelah itu, ia baru bisa fokus untuk menyediakan kebutuhan keluarganya.
Selain itu, sebuah studi tahun 2008 yang dimuat dalam Proceedings of the National Academy of Science menyebutkan bahwa akibat masalah genetik, beberapa pria mengalami kesulitan dengan yang namanya komitmen. Pria tanpa 'gen persetubuhan' (sekitar 60% dari populasi) cenderung memiliki keinginan untuk menikah. Siapa bilang bahwa hanya wanita saja yang menghauskan pernikahan? Pria juga tuh... (wo/meg)
1. Lebih emosional
Yang benar saja, masak pria lebih emosional daripada wanita? Yup, meskipun kaum kitalah yang biasanya dianggap lebih emosional, namun penelitian menunjukkan bahwa bayi laki-laki ternyata jauh lebih emosional dan ekspresif ketimbang bayi perempuan. Pria dewasa juga memiliki reaksi emosional yang kuat, namun hal ini baru nyata saat mereka sedang lengah terhadap apa yang mereka rasakan dan tak menjaga reaksi mereka, demikian ungkap sebuah studi yang dipublikasikan Scandinavian Journal of Psychology (2008).
2. Mudah merasa kesepian
"Kesepian memang bisa menyerang siapa saja, namun pria usia lanjut merupakan sasaran paling empuk," ujar Dr. Louann Brizendine, penulis THE MALE BRAIN. Ketika tua, pria biasanya tidak tetap bergaul sebanyak kaum wanita, sehingga mudah bagi mereka untuk merasa sendirian. Menikah dan hidup bersama istri bisa membantu, sebab hubungan stabil cenderung membuat pria lebih sehat, panjang umur, dan jarang stres.
3. Fokus pada solusi
Wanita jauh lebih berempati ketimbang pria? Hmm, tampaknya Dr. Brizendine tak sepenuhnya setuju dengan ide tersebut. Pasalnya, sistem empati dalam otak pria tidak memberi respon yang sama seperti halnya wanita. Para pria cenderung lebih senang dan fokus untuk menyelesaikan masalah daripada menunjukkan solidaritas perasaan.
4. Spontan terhadap wanita
Selain sering dikaitkan dengan sikap agresif dan suka berkelahi, testosteron juga mempengaruhi libido kaum berkumis ini. Pranjal Mehta selaku psikolog sosial di Columbia University (New York) beserta timnya menemukan bahwa hormon ini membuat pria spontan mengerling saat melihat wanita cantik, namun cepat pula lupa ketika mereka tak lagi melihat wanita tersebut.
5. Defensif
Dr. Brizendine mengatakan, bagian otak 'defensif' pria lebih besar daripada wanita. Oleh sebab itu, mereka akan mati-matian melakukan pembelaan ketika sesuatu mengancam kehidupan, hubungan, maupun teritori mereka.
6. Siapa bosnya?
"Hirarki yang kabur bisa membuat pria gelisah," ujar Dr. Brizendine. Namun tatanan kepemimpinan yang jelas seperti yang ada dalam militer atau perkantoran misalnya, bisa mengurangi level testosteron, dan demikian juga dengan sifat agresif mereka. Pria perlu tahu jelas 'posisinya'.
7. Beda muda, beda pula saat tua
"Ketika masih muda, pria biasanya suka bersaing demi mendapatkan status atau pasangan, namun ketika beranjak dewasa, mereka biasanya mampu bekerjasama satu sama lain," ujar Mehta. Perubahan ini tampaknya dipengaruhi lagi-lagi oleh kadar testosteron. Semakin tinggi level hormon tersebut, semakin tinggi pula keinginan seorang pria untuk bersaing, demikian pula sebaliknya. Hal ini berdasarkan sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Hormones and Behavior (2009).
8. Insting ayah
Otak pria memasuki masa terbaiknya (dalam hal kerja sama) dalam hitungan bulan menjelang kelahiran anaknya. Bayangan anak membuat ia bersiap diri menjadi seorang ayah, dan hal ini turut mempengaruhi hormon dalam tubuhnya, membuat prolaktin meningkat, dan testosteron turun. Demikian ungkap sebuah studi yang dirilis oleh Evolution and Human Behavior (2009).
9. Naluri bermain
Dan, setelah punya anak, seorang ayah juga memiliki naluri bermain yang berbeda dengan sang ibu. Permainan mereka biasanya lebih spontan, kasar, dan suka menggoda. Positifnya, hal ini membuat anak lebih siap untuk menghadapi kerasnya hidup. Studi lain mengungkapkan bahwa ayah yang aktif cenderung memiliki kadar testosteron lebih rendah. That's good!
10. Ingin menikah juga
Ketidak-setiaan merupakan salah satu sifat pria sebelum ia mencapai usia 30, ungkap sebuah studi yang dipublikasikan oleh Proceedings of the Royal Society (2007). Setelah itu, ia baru bisa fokus untuk menyediakan kebutuhan keluarganya.
Selain itu, sebuah studi tahun 2008 yang dimuat dalam Proceedings of the National Academy of Science menyebutkan bahwa akibat masalah genetik, beberapa pria mengalami kesulitan dengan yang namanya komitmen. Pria tanpa 'gen persetubuhan' (sekitar 60% dari populasi) cenderung memiliki keinginan untuk menikah. Siapa bilang bahwa hanya wanita saja yang menghauskan pernikahan? Pria juga tuh... (wo/meg)
0 komentar:
Posting Komentar